aku lahir dari orang tua yang dibilang kaum matrealis miskin karena tak punya dana untuk memenuhi hajat kehidupanku, ayahku hanya seorang hansip, ibuku hanya penjual nasi uduk..
namun aku tetap bersyukur pada tuhanku aku bisa diberi kesempatan berproses dalam kehidupan ini..
aku dipercaya tuhan untuk menjadi khalifahnya yang menjadi penghiburku dibalik keterpurukan ini..
sejak SD aku terbilang anak yang pandai, itulah kata temanku dan beberapa guruku..
dan memang harus aku akui aku diberi anugrah otak yang cemerlang untuk menangkap pelajaran yang sebenarnya teramat membosankan.. yah aku bangga mampu membahagiakan orangtuaku yang mengambil raport ku dengan senyum merekah yang terpancar dari bibir indah orang tuaku walau sdah menginjak usia kepala lima..
hari-hari di SD ku aku sangat bahagia, tak pernah ada guru yang menanyakan SPP ku, yah mungkin aku beruntung bisa hidup dizaman diwajibkannya belajar 9 tahun dengan biaya yang gratis, walau terkadang ada pungutan liar dari komite sekolah yng isinya pera orang tua murid yang mempunyai keberuntungan materi yang jauh lebih banyak ketimbang aku, pulang pergi mereka diantar dan dijemput dengan mobil mewah lengkap dengan mama yang mengenakan perhiasan yang begitu mencolok seperti ingin datang ke pesta.
aku iri?? ah ga gitu juga, orang tuaku sangat mengajarkanku untuk hidup legowo, menerima apa adanya tentu dengan terus berusaha agar rizkiku tak diambil pra penjilat itu.
aku punya pengalaman menarik waktu aku berada di semester akhir sekolahku, guruku yang juga menjabat wali kelasku jauh denganku, walau dia masih tetap menjaga senyum padaku, waktu itu aku menerima hasil uji kelayakan aku memasuki sekolah SMP, yang pada saat menulis aku dengan yakinnya mencatat sekolah unggulan didaerah ku satu diantaranya adalah sekolah parlente, hampir 90% anak muridnya menggunakan mobil saat sekolah dengan diantar jemput sopirnya berikut memang mereka aku akui pintar-pintar ditambah lagi dengan bekal laptop beserta modemnya yang memudahkan mereka belajar. dan pada akhirnya aku masuk disekolah tersebut dalam kertas hijau pemberitahuan ujianku.
saat mengetahui bahwa aku masuk disekolah tersebut satu diantara orang tua murid yang sangat aktif di komite sekolah berkata pada guruku, " koq dia masuk si pak?". yah perkataan yang sedikit banyaknya membuat aku tersinggung beserta bangga mengalahkan anaknya yang juga masuk dalam sekoah tersebut namun peringkatnya teramat jauh dibandingkan aku.
pada rapat tertutup antara ibuku dan guruku, guruku memberikan raportku pada ibuku sambil berkata, "ini bu prestasi anak ibu sebenarnya masuk menjadi peringkat teratas, namun dengan segala pertimbangan karna ada orang tua murid yang sangat aktif disekolah ini, saya menjadi tidak enak bu, maaf saya taruh nama anak ibu dalam peringkat kelima". perkataa tersebut disampaikan ibuku pada saat sampai dirumah, aku tertegun, hasrat ingin sekolahku disekolah parlente itu lenyap, aku yang hanya anak kecil ini tak mampu berfikir mendalam, yah akhirnya aku ememutuskan sekolah didekat rumahku saja, selain ekonomis tentu sangat menjaga kehormatan orang tuaku agar tidak lagi terdzolimi oleh yang namanya komite sekolah. yah akhirnya aku ikuti keputusanku itu.
di SMP aku mulai menggelar bermacam-macam prestasiku, dari mulai akademisku yang membangakan, aku juga tak pernah memalukan almamaterku dalam kejuaraan lomba ini dan itu, aku selalu terpilih untuk tampil didepan, Rohis dan OSIS aku diberikan kekuasaan untuk menjadi orang pertama dalam kedua organisasi tersebut, bahkan dalam pramuka pun aku selalu tampil terdepan. aku sangat bahgia menjalani kehidupanku di SMP yang begitu indah tanpa ada bisikan-bisikan materi yang mematahi semangat. tentunya dengan komite sekolah yang setia menemani finansialku, yah aku bahagia karena dalam komite tersebut masih ada orang-orang baik hati yang peduli padaku, tak seperti saat SD ku.
akhirnya aku lulus dengan peringkat no 1.
aku putuskan untuk melanjuti sekolahku ke SMA yah walau modal nekat karena di SMA sudah mulai dikenakan biaya yang teramat besr bila dibandingkan pemasukan orang tuaku. aku mulai memasuki wilayah putih abu-abu. dengan hutang sana sini aku akhirnya masuk sekolah SMA Negri yang berada lumayan jauh dari rumahku, namun itu merupakan sekolah SMA Negri terdekat disekolahku.
baru saja sebulan aku masuk sekolah itu aku tertimpa musibah yang sangat memukul jiwa ku, ayahku wafat dalam sujudnya, ku ditinggal berlima bersama seluruh kakaku, adik-adikku beserta ibuku, aku mulai goyah hatiku terpejam sesaat, ku goes sepedaku dengan lemas dengan memasang muka melas, lambat laun aku tersadar dan bangkit kembali, aku mulai semangat, aku lalui hariku dengan senyum yang terhias dibibirku, aku pun mulai menunjukan prestasiku, baru saja tiga bulan aku duduk dibangku sekolahku aku sudah dipercaya memegang Rohis dan juga menjadi anggota yang disegani di OSIS, hari-hariku terus berlalu dengan bahagia, namun sesampai pada saat ujian semester aku termenung diluar kelas, yah aku tak boleh masuk dengan alasan belum memenuh administrasiku, dengan menangis aku pulang dan menyampaikan surat yang dititipkan kepala bendahara sekolah pada orang tuaku. dengan rela dan tidak rela aku kuatkan tuk menyampaikannya pada ibuku, yah aku masih ingat semuanya kalau ditotal terbilang "3.555.000,-" yah biaya yang sangat besar bagi keluargaku, untuk makan saja aku hanya makan sekali sehari, yah hanya pagi hari sekaligus makan nasi uduk yang akan dijual orang tuaku, apalagi untuk sekolahku.
dengan langkah yang tertatih ibuku yang juga sudah menjadi nenek-nenek pergi menghadap bendahara sekolahku, bendahara itu berkata " bu sudah terima surat tagihan dari saya?" ibuku hanya mengangguk. "yah itulah persyaratan agar anak ibu bisa masuk ruang ujian",lanjutnya, akhirnya kepala sekolahku datang dan menghampiriku, "sudah kamu masuk ruang ujian saja dulu", uajrnya.
dengan mata yang masih memerah aku memasuki ruang jian, dari dalam ruang ujian itu aku aku melihat ibuku menangis meninggalkan sekolahku. hatiku bertambah sedih dalam ruang ujian tersebut, aku mulai sangat jauh dari soal-soal yang menyesatkan itu, "hah aku harus tegar" ujarku dalam hati.
dalam waktu kurang dari sepuluh menit aku berhasil mengerjakan 45 dari soal itu.
dan pada saat melihat raport siswa yang dipajang itu aku melihat namaku masuk sepuluh besar, sedikit obat dahaga hatiku.
semester dua aku lalui dengan senyuman, namun lagi-lagi surat pembunuh jiwaku melayang padaku seakan hendak memotong leherku, aku berkali-kali dipanggil keruang bendahara.
pada akhirnya aku memutuskan untuk tidak lanjut sekolah...
aku putuskan itu karena aku merasa aku bukan orang yang beruntung dan aku tak mau lagi melihat ibuku menangis keluar dari ruang syetan itu.
sekarang aku hanya menjadi buruh pabrik dengan selemari piala SMP ku.
( di tulis oleh kader PII jakarta barat yang dinukil dari cerita nyata).
sebuah ironi dinegri yang kaya, banyak orang yang tak bisa mengenyam pendidikan berkualitas hanya karena SYETAN UANG, dan juga guru goblog yang masih dipelihara..
0 komentar:
Posting Komentar