Gerakan Pelajar, Mahasiswa, dan Pemuda Indonesia
7 Cita-cita Mahasiswa Kaum Mudah, Mahasiswa dan Pelajar Indonesia":
“Perubahan Sudah Tidak Bisa Ditunda”
Kami mahasiswa, palajar dan kaum muda Indonesia sangat prihatin dengan kondisi bangsa. Mencuatnya kasus-kasus mega skandal korupsi menunjukkan bangsa ini dipimpin oleh para politikus yang bermental tikus, para penegak hukum yang bermantal begal dan para birokrat yang bermental bejat.
Presiden SBY sebagai pemimpin tertinggi adalah ujung dan muara dari segala persoalan yang ada. Ketidaktegasannya dalam kebijakan-kebijakan yang menyangkut pemberantasan korupsi di Indonesia, ketidakberaniannya dalam menindak tegas para koruptor kelas kakap, serta kebohongan-kebohongannya kepada rakyat Indonesia menjadi bukti bahwa SBY adalah bukan pemimpin yang ideal bagi bangsa Indonesia. Patut diduga kuat bahwa SBY disinyalir justru terlibat dalam berabagai kasus-kasus yang ada sehingga ketidaktegasan, ketidakberanian, dan kebohongan-kebohongannya adalah bagian dari cara untuk menutup borok-borok yang melakat pada diri dan kekuasaannya.
Jika memang demikian, maka sudah saatnya rakyat bergerak untuk mendukung perubahan. Pemimpin-pemimpin yang ada sekarang sudah tidak patut lagi mengklaim memegang amanah kerakyatan, sebab mereka sendiri telah mengkhianati raktat. Rakyat, pemuda, mahasiswa, pelajar, petani, buruh dan kaum pekerja, tokoh budaya dan agama, purnawirawan dan tentara, harus bergerak bersama-sama mengusung perubahan. Sebab pemimpin kita sudah tidak bisa dipercaya, maka perubahan sudah tidak bisa ditunda lagi. Ini demi cita-cita perubahan menuju Indonesia yang lebih berkeadilan dan berkesejahteraan.
Bersama ini kami, HMI-MPO, PMKRI, IMM, PII, HMI-Dipo, LMND, GMKI, Hikmahbudhi, KMHDI, KAMTRI, BEM UMB, FIS, SMI, BEM Nusantara, dll. mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama bergerak mewujudkan perubahan Indonesia. Jika memang pemimpin bangsa sudah tidak mampu mengemban amanahnya, maka saatnya kita mencari alternatif bersama-sama demi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
Berikut adalah Tujuh Cita-cita kaum muda, mahasiswa dan pelajar Indonesia menyongsong perubahan Indonesia:
1. Indonesia merdeka dari penjajahan gaya baru untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian bangsa
2. Supremasi hukum tanpa diskriminasi
3. Tangkap, Adili, dan Sita Perampok Uang Rakyat, Dimulai dari Istana
4. Persatuan Indonesia yang Berlandaskan Keadilan Sosial dan Semangat Kebhinnekaan
5. Indonesia Bebas dari Kemiskinan Melalui Industrialiasasi yang Kuat dan Mandiri
6. Indonesia Memiliki Pemimpin Nasional yang Mandiri, Berani, Demokratis, dan Bermental Kerakyatan
7. Demokrasi Indonesia yang Sejati tanpa oligarki
Jakarta, 20 Januari 2011
Kaum Pemuda, Mahasiswa dan Pelajar Indonesia
1. Indonesia merdeka dari penjajahan gaya baru untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian bangsa
Indonesia memang sudah merdeka secara konstitusional sejak 1945, akan tetapi secara substansial sesungguhnya Indonesia belum merdeka. Penjajahan gaya baru (neokolonialisme) kembali bercokol mewujud dalam bentuk penjajahan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara kaya. Penguasaan sektor-sekotor ekonomi penting oleh perusahaan-perusahaan multinasional (MNCs) adalah bukti kuat betapa saat ini bangsa ini masih belum memiliki kedaulatan apalagi kemandirian.
Penguasaan asing tersebut tentunya tidak datang begitu saja, mereka datang ditopang oleh sistem pemerintahan Indonesia sendiri. Pemerintah Indonesia saat ini sudah tidak lagi mengabdi kepada kepentingan rakyatnya, melainkan kepada kepentingan asing. Alih-alih menjadi pelayan bangsa, mereka justru menjadi perpanjangan tangan pemilik modal untuk melakukan eksplotasi dan bahkan opresi terhadap rakyatnya sendiri.
Kebijakan-kebijakan yang diciptakan oleh pemerintah adalah kebijakan-kebijakan yang tidak dilandaskan pada semangat mencari solusi atas persoalan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia, melainkan berdasarkan pesanan para pemilik modal asing. Melalui agen-agennya yang saat ini bertebaran (World Bank, IMF, ADB, serta lembaga-lembaga yang mengatasnamankan aid- seperi USAID, AusAID dsb.) mereka men-order sejumlah kebijakan-kebijakan baru dengan tujuan utama: memuluskan jalan bagi mereka untuk mengekspolitasi sumbar daya alam di bumi nusantara. Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Kiki Syahnakri, berdasarkan kajian BIN sejak tahun 2006 terdapat 72 perundang-undangan baru yang merupakan pesanan asing (Kompas, 7/8/2010), yang tentunya punya potensi melilit negeri ini dalam kelindan penguasaan yang tidak berkesudahan.
Fenomena di atas tentunya harus segera disudahi. Tak ada kata lain bagi bangsa Indonesia selain bersama-sama menggugah kesadaran dan melakukan perlawanan. Jika kita menginginkan suatu kedaulatan penuh dan bangsa, maka seluruh elemen bangsa harus bersatu melawan penjajahan gaya baru tersebut. Rakyat Indonesia bersama seluruh rakyatnya harus sadar dan bangkit bersama untuk menghalau gerak langkah penjajahan gaya baru ini.
2. Supremasi hukum tanpa diskriminasi
Perdebatan yang selama ini terjadi adalah: apakah politik sebagai panglima, ataukah hukum sebagai panglima? Jawabannya adalah sudah jelas, hukum seharusnya menjadi panglima. Permainan-permainan hukum yang dilakukan oleh para politisi sungguh memuakkan. Permainan para elit terhadap hukum menjadikan bangsa Indonesia tidak punya masa depan. Setiap hari rakyat dipertontonkan oleh pertunjukan-pertunjukan akrobatik para politisi yang mempermainkan dan bahkan memperjualbelikan hukum. Ujung-ujungnya, mereka yang tak tersentuh hukum melenggang meraih kekuasaan-kekuasaan baru, sementara mereka-mereka yang lemah harus menjadi tumbal bagi keserakahan dan kebiadaban mereka.
Hukum musti menjadi panglima, hukum harus ditegakkan. Tanpa pandang bulu! Supremasi hukum harus ditegakkan tanpa diskriminasi. Jalan pertama yang harus ditempuh adalah reformasi total terhadap lembaga-lembaga penegak hokum, terutama Kepolisian, Kejaksaan, dan Lembaga Peradilan. Ketiga lembaga tersebut adalah biang dari carut-marutnya proses penegakkan hukum di Indonesia.
Demikian juga, pembentukan Satgas Pemberantasan Korupsi oleh presiden ternyata ternyata tidak memberikan dampak siginifikan terhadap penegakkan hukum. Dibentuknya lembaga tersebut tak lain adalah hanya demi pencitraan oleh presiden untuk menutupi dirinya yang juga sarat dengan kelindan korupsi.
Reformasi lembaga Kepolisian, Kejaksaan, dan Lembaga Peradilan, serta bubarkan Satgas Pemberantasan Korupsi adalah pintu masuk bagi supremasi hukum di Indonesia. Hukum harus menjadi supremasi dan hukum harus ditegakkan terhadap siapa saja tanpa memandang jabatan, sosial status sosial, dan kekerabatan.
3. Tangkap, Adili, dan Sita Perampok Uang Rakyat, Dimulai dari Istana
Perampokan uang rakyat yang semakin marak tidak diimbangi oleh penegakan hukum tegas terhadap pelakuknya. Pemerintah tidak berani tegas dalam menghukum para koruptor yang menggurita di tubuh mereka sendiri layaknya penyakit kanker. Rakyat Indonesia sesungguhnya meyakini bahwa di balik apa yang terungkap di media terhadap kasus-kasus korupsi, korupsi yang sesungguhnya jauh lebih besar.
Persoalan korupsi di Indonesia menjadi semakin serius karena tidak adanya political will dari pemerintah untuk melakukan pemberantasan. Power yang dimiliki oleh pemerintah tidak digunakan untuk melakukan proses penegakkan hukum. Akibatnya penyelesaian kasus-kasus korupsi, baik yang kecil maupun yang besar, dibiarkan dalam keadaan mengambang. Pemerintah bahkan tidak punya peta jalan yang jelas untuk pemberantasan korupsi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus-kasus korupsi yang tidak terselesaikan, dan jikapun ada beberapa yang terselesaikan, kesannya masih tebang pilih.
Kondisi ini akhirnya menjadi peluang bagi terbentuknya arena politik baru di ladang korupsi. Terjadi politicking oleh berbagai kepentingan yang terkait dengan kasus-kasus korupsi. Terungkapnya beberapa kasus korupsi justru menjadi alat bargaining antar berbagai kepentingan politik untuk meraih keuntungan lebih besar atau bahkan melakukan bargaining kekuasaan. Atas suatu kasus hokum, terjadi saling kunci, saling ikat dan saling sandra antara satu politisi dengan politisi yang lain. Ini kentara sekali terlihat pada kasus Century, Susno, dan Gayus.
Olh karena itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi di Indonesia tidak cukup hanya dengan penegakan hukum, namun harus ada kehendak politik (political will) dari pemerintah. Presiden harus berani tegas terhadap lembaga-lembaga di bawahnya. Presiden harus berani mengambil sikap: tangkap, adili, dan sita perampok uang rakyat! Presiden harus berani memulainya dari lingkungannya sendiri, dari istana. Bahkan, jika presiden sendiri atau keluarganya tersangkut dalam beberapa kasus tersebut, ia harus berani untuk secara gentle mengakuinya dan meminta maaf kepada rakyat Indonesia.
4. Persatuan Indonesia yang Berlandaskan Keadilan Sosial dan Semangat Kebhinnekaan
Persatuan adalah sesuatu yang mutlak dalam sebuah pencapaian kejayaan bangsa. Jika dulu pada masa kolonialisme bangsa Indonesia bersatu untuk membebaskan diri dari penjajahan Belanda, maka dalam konteks sekarang Indonesia harus bersatu untuk mewujudkan keadilan bersama.
Keadilan sosial adalah tujuan dari adanya persatuan. Keadilan sosial adalah suatu kondisi yang diinginkan oleh bangsa Indonesia, dan persatuan adalah jalan untuk mewujudkan keadilan sosial tersebut. Buat apa ada persatuan jika hanya menjadi alat ekspolitasi oleh satu kelompok terhjadap kelompok yang lain. Oleh karena itu, persatuan Indonesia adalah suatu keniscayaan bagi kita dalam rangka mewujudkan keadilan sosial.
Demikian juga, persatuan juga harus merupakan suatu mekanisme yang diciptakan bersama dalam kemajemukan yang menyusun bangsa Indonesia. Kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku dan bangsa menjadikan persatuan kita harus berlandakan pada semangat kebhinnekaan tersebut. Saat ini terdapat lebih dari 1072 suku bangsa di Indonesia yang keberadaan mereka harus tetap dihargai dan dijunjung tinggi. Mereka memiliki hak yang sama sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan.
5. Indonesia Bebas dari Kemiskinan Melalui Industrialiasasi yang Kuat dan Mandiri
Problem kemiskinan sekarang adalah tidak berkembangnya sektor riil yang sesungguhnya menjadi tumpuan ekonomi mayoritas rakyat Indonesia. Kebijakan pemerintah yang neoliberalis cenderung memberikan perhatian pada sektor-sektor moneter. Hal tersebut menjadikan pertumbuhan ekonomi kita yang selalu dibangga-banggakan itu hanya menjadi ilusi belaka. Ilusi bagi pemerintah sendiri untuk meyakinkan bahwa dirinya sudah berbuat sesuatu, ilusi bagi para investor agar mereka tertarik menanamkan modalnya kembali, serta ilusi bagi rakyat agar mereka bersedia untuk memuja-muja para pemimpinnya.
Di lain pihak, bombardir barang-barang dari luar negeri, bahkan sampai pada barang-barang yang sebenarnya menjadi komoditas industri rakyat, mematikan industi dalam negeri. Akibatnya pengangguran di mana-mana, rakyat tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak; dan jikapun mereka bekerja, merek bekerja pada perusahaan-perusahaan asing. Mereka hanya digaji berdasarkan standar minimal tanpa ada peluang untuk menikmati profit sharing dari perusahaan tersbut. Kenapa? Karena perusahaan tempat mereka bekerja milik orang asing.
Demikian juga dalam bidan pertanian, pertanian masih dipandang sebagai sektor yang tidak strategis sehingga tidak pernah mendapatkan perhatian serius oleh pemerintah. Apa gunanya presiden kita menyandang gelar doktor pertanian dari IPB, jika ia sendiri tidak bisa memberikan perhatian secara khusus pada para petani. Para petani kita dibiarkan hidup dalam sistem pertanian subsisten dan lama kelamaan mereka dilindas oleh masuknya industrialiasi baru yang tidak berbasis pada non-pertanian. Para petani terjerembab dalam kelindan kemiskinan akut yang tak pernah ada jalan keluarnya. Demikian juga, anak-anak mereka juga tidak punya kesempatan untuk meraih pendidikan yang lebih baik, padahal pendidikan adalah sesuatu yang vital dalam mobilisasi sosial.
Dalam bidang pendidikan, bagaimana manusia Indonesia bisa dididik dalam suatu sistem pendidikan yang bagus, sementara akses pendidikan saat ini selalu harus berbanding lurus dengan kekuatan financial? Hanya mereka-mereka yang kaya-lah yang bisa mendapatkan pendidikan bagus. Sementara orang miskin tidak berhak atas pendidikan yang berkualitas. Sayangnya, negara juga tidak punya peran untuk mengatasi kondisi ini.
Oleh karena itu, Indonesia harus mampu membebaskan kemiskinan dengan memiliki suatu sistem industri dalam negeri yang kuat dan mandiri yang dikelola oleh bangsa sendiri. Kemandirian di bidang industri menjadi keniscayaan jika Indonesia menginginkan masa depan yang sejahtera dan terbebas dari kemiskinan.
6. Indonesia Memiliki Pemimpin Nasional yang Mandiri, Berani, Demokratis, dan Bermental Kerakyatan
Indonesia sedang mengalami krisis multi dimensional dalam bidang kepemimpinan. Banyak pemimpin-pemimpin yang diberi mandat oleh rakyat tak amanah. Mereka tidak mnampu memberikan contoh keteladanan yang baik, melainkan mengajarkan kepada rakyat perilaku koruptif, asusila, dan suka berbohong. Krisis keteladanan ini juga merambah di tingkat daerah, dan bahkan pada level yang paling kecil lagi di tingkat desa.
Salah satu problem utama kepemimpinan bangsa Indonesia adalah masalah kejujuran. Demi mementing hal-hal jangka pendek, para pemimpin bangsa ini banyak melakukan kebohongan. Atas nama prestise dan nama baik, para pemimpin kita banyak melakukan kamuflase.
Mereka bahkan tidak hanya membohongi bangsanya sendiri, terhadap para tuan-tuannya di luar negeri, mereka juga tidak jujur. Demi menarik pemodal mereka selalu berusaha menampilkan penampilan-penampilan tidak sebenarnya, agar menarik mereka untuk melakukan investasi.
Selanjutnya, pemimpin kita tidak mandiri, terbukti dengan mayoritas proses pembuatan kebijakan yang selalu didikte asing. Problemnya ternyata bukan hanya pada sistem kepemimpinan kita, melainkan juga pada personal kepemimpinan. Pemimpin kita rata-rata dididik dalam suatu sistem pendidikan yang secara sistematis menjadikan mereka tidak punya karakter yang kuat, melainkan berkarakter sebagai hamba (inlander).
Pada era pemerintahan SBY ini, kebijakan-kebiakannya lebih banyak berpihak kepada kepentingan asing, khususnya Amerika. Beberapa produk undang-undang yang lahir pada era SBY lebih banyak bermuatan kepentingan asing seperti UU penanaman modal, undang-undang kelistrikan, dan undang-undang sumber daya alam lainya. Sedangkan berkenaan dengan perlindungan terhadap nasib masyarakat Indonesia, terkesan SBY melakukan pembiaran. Seperti ketidaktegasannya ketika warganya ditangkap oleh polisi Malaysia diperairan tanah air sendiri, penyiksaan TKW di luar negeri dan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang melarat.
Masyarakat Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang mampu melindungi rsakyatnya dari kemelaratan, membela warganya ketika disiksa di luar negeri. Rakyat Indonesia memimpikan sosok pemimpin yang berani melawan dikte-dikte asing khususnya negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Indonesia membutuhkan pemimpin yang tegas, tidak plin-plan, tidak peragu dan berani mengambil resiko.
Dengan kepemimpinan yang berkarkter, akan menjadikan masyarakat apresiatif bukan apatis, sehingga antara pemimpin dengan yang dipimpin akan bahu membahu membangun bangsanya. Seorang pemimpin yang berkepribadian kuat tak mudah goyah oleh kepentingan-kepentingan yang merugikan masyrakat meskipun hanya dia yang diuntungkan. Dengan berkepribadian kuat seorang pemimpIn akan memegang amanah yang diberikan rakyat supaya bisa kepemimpinannya bisa digunakan sebaik mungkin. Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang mampu membela warganya disaat mereka ditindas di negeri orang, mampu mensejahterakan rakyatnya, dan mampu memberi rasa aman buat rakyatnya dari rasa tidak aman akibat kekerasan antara masyarakt satu dengan masyarakat lainnya.
7. Demokrasi Indonesia yang sejati tanpa oligarki
Demokrasi yang saat ini dijalankan di negeri ini adalah jauh dari cita-cita demokrasi yang dicanangkan oleh para funding father kita. Demokrasi yang kita miliki saat ini masih bersifat sangat liberal dan mudah dikooptasi oleh kepentingan pemodal. Sehingga substansi demokrasi untuk menciptakan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa justru menciptakan kemiskinan dan pembodohan.
Substansi demokrasi di Indonesia sudah dikangkangi oleh mekanisme-mekanisme dalam demokrasi itu sendiri. Sebagai ilustrasinya adalah dalam pemilu; pemilu sebagai suatu mekanisme yang mutlak dalam demokrasi, lebih sering dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok anti-demokrasi namun memiliki modal banyak untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan mereka. Melalui kekuatan modal yang dimiliknya, mereka membeli suara untuk mewujudkan keinginan mereka menguasai suatu wilayah atau entitas politik tertentu. Keadaan ini menimbulkan suatu kekacauan di kemudia hari karena mekaanisme demokrasi yang idealnya menjadi jalur aspirasi rakyat justru menjadi sana untuk melegitimasi ekspolitasi dan penindasan oleh kelompok pemilik modal terhadap rakyat dan suber daya alamnya.
Belum lagi dalam hal kehidupan multikultur Indonesia, dalam alam demokrasi ini kekerasan demi kekerasan masih saja marak terjadi di mana-mana. Kelompok-kelompok yang anti-demokrasi seringkali memanfaatkan statusnya sebagai mayoritas untuk melakukan kekerasan terhadap minoritas. Makin parah lagi, kekerasan-kekerasan tersebut terkadang justru (secara tidak langsung) dipelihara oleh pihak keamanan sebagai cara untuk memperkuat bargaining mereka dimasyarakat dan pemerintah.
Sesungguhnya impian kami tentang demokrasi bukanlah sebagaimana yang disampaikan di atas. Impian kami tentang demokrasi nadalah keterwakilan seluruh rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan bersama dan mencapai keadilan sosial tanpa ada eksploitasi oleh kaum oligarki.
Jakarta, 20 Januari 2011
Kaum Muda dan Mahasiswa Indonesia
1. PII
5. LMND
6. KAMTRI
7. HMI-Dipo
8. GMKI
9. Hikmahbudhi
10. KMHDI
11. BEM UMB
12. FIS
13. SMI
14. BEM NUSANTARA