selamat berjihad kawan-kawan PII senusantara.. lahirkan kader-kader pemersatu ummat pejuang syariah.. semoga training liburan ini sukses..

Senin, 25 Oktober 2010

sejarah BO PII Wati

LATAR BELAKANG


            Pada awalnya gagasan Korps PII Wati lahir di Training Centre Keputerian PII se-Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 20-28 Juli 1963 di Surabaya. Suasana duka sangat mempengaruhi TC karena GPII baru saja dibubarkan (10 Juli 1963) dan ditambah bayang-bayang suram mengenai kemungkinan menyusulnya “pembubaran PII”. TC Keputerian tersebut diikuti oleh peserta dari PB, utusan wilayah-wilayah se-Jawa, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, serta dipandu oleh bagian Kader PB PII (Muhammad Husni Thamrin, Hidayat Kusdiman, dan  E. Basri Ananda).
            Mengingat latar belakang yang heterogen, peserta training dibagi dalam tiga kelompok/group. Dalam TC berkembang kesadaran kuat untuk meningkatkan peranan dan kualitas kader/kepemimpinan PII Wati, serta menghapus citra negatif peran sebagai sekedar “etalage” atau “pengelola konsumsi”. Sementara fakta dan realita menunjukan bahwa kesempatan bagi puteri untuk mengembangkan diri dan berjuang di PII relatif lebih terbatas dan pendek. Beberapa peserta dari kelompok I (group Aisyah) yang terdiri dari Sri Samsiar (PB PII), Habibah Idris (PB PII), Chaerani Suty (Sumatra Utara), St Robiatun (Jogjakarta), Tuti Gitoatmodjo (Jawa Tengah), Nur Zahara Ansori (Sumatra Selatan), merumuskan gagasan pembentukan suatu wadah alternatif yang diharapkan mampu memacu/mempercepat proses kaderisasi kepemimpinan puteri yang selama ini banyak hambatannya. Inilah embrio gagasan mengenai Korps PII Wati, meski wujud konkrit lembaganya belum sempat dibicarakan lebih lanjut dalam TC itu. Realisasi gagasan itu kemudian dipelopori oleh bagian keputrian PW PII Jogjakarta Besar, yang membentuk Korps PII Wati Jogjakarta Besar pada akhir 1963.
            Dalam sidang keputerian Muktamar PII X  bulan Juli 1964 di Malang, disajikan 2 (dua) prasaran yang mengantarkan terbentuknya secara resmi Lembaga Korps PII Wati. Pertama dari PB PII oleh Sri Samsiar, dan kedua dari bagian keputerian PW PII Jogjakarta Besar yaitu St. Wardanah AR, Masyitoh Sjafei dan Hafsah Said.

Tujuan Pembentukan
Apa yang ingin diwujudkan oleh Korps PII Wati dirumuskan dengan singkat dalam tujuannya yaitu: ”Terbentuknya pribadi wanita Islam yang konsekwen terhadap prinsip-prinsip Islam” (Peraturan Dasar Pasal III).
Adapun kondisi yang melatarbelakangi lahirnya Korps PII Wati tersirat dalam Muqadimah Peraturan Dasar Korps PII Wati :
-                Bahwa perkembangan hidup dan prikehidupan umat Islam Indonesia di dalam menuju ‘Izzul Islam wal Muslimin telah sampai suatu taraf di mana Pelajar Islam Indonesia (PII) sebagai kader Revolusi dan Kader Umat Islam memegang peranan penting dan utama didalamnya.
-                Bahwa dalam mengemban amanat tersebut, tidak berbeda tugas dan tanggung jawab antara Putra dan Puteri, kecuali sesuai dengan fitrahnya masing-masing.
-                Bahwa PII di dalam melaksanakan kewajiban tersebut, besarlah peranan PII Wati di dalamnya. Peranan ini perlu dipelihara, dikembangkan, dan dikekalkan, dengan menciptakan konkritisasi, harmonisasi, dan kristalisasi daripada warganya,…” (Prt Dasar Korps PII Wati, 1964).

Pembentukan Korps PII Wati tidaklah dimaksudkan untuk memisahkan diri dari PII atau memisahkan PII-wan dan PII-wati  secara organisatoris, seperti yang terjadi antara IPNU dan IPPNU. Hal ini ditegaskan dalam memori  Penjelasan :
“Dengan terbentuknya lembaga baru ini yang anggota dan pengurusnya adalah Khusus Puteri, sama sekali bukan untuk memisahkan diri dari anggota PII pun lebih dari organisasi PII secara keseluruhan. Tetapi dalam hal ini hanya terbatas akan spesialisasi penggarapan anggota. Diharapkan dengan adanya lembaga ini PII Wati akan mendapatkan kesempatan yang cukup banyak, kesempatan untuk mengembangkan bakat, kesempatan untuk berlatih, merasakan dan melaksanakan tanggungjawab, kesempatan untuk berdiri sendiri tanpa pengharapkan bantuan orang lain, sehingga dari wadah ini akan menghasilkan puteri-puteri Islam yang militan dan konsekwen terhadap prinsip-prinsip Islam”.(Memori Penjelasan Peraturan Dasar Korps PII Wati, 1964).
Status Korps PII Wati adalah merupakan Badan Otonom dari bagian keputerian dalam kepengurusan PII, dan Ketua Bagian Keputerian langsung menjadi Ketua Korps PII Wati.  Masa jabatan Korps PII Wati sesuai dengan masa jabatan pengurus PII yang setara (Prt Dasar Pasal IV dan IX). Selanjutnya, lembaga Korps PII Wati mempunyai kekuasaan penuh kedalam, sedang ke luar dilakukan oleh pengurus PII Bagian Keputerian. Di tiap-tiap kota hanya diperkenankan  adanya Korps PII Wati  yang dibentuk oleh instansi tertinggi  yang ada di kota tersebut. (Memori Penjelasan Pasal IV dan V).
Rapat Pleno PB PII pertama periode 1964-1966 yang dilangsungkan pada tanggal 6 September 1964, selain menetapkan Program Umum PII, antara lain juga menugaskan Sri Samsiar selaku Ketua IV untuk mengkoordinir Bagian Keputerian PB PII dan menindaklanjuti pembentukan Korps PII Wati sebagai Keputusan Muktamar X.

Susunan Personalia Bagian Keputerian PB PII Periode (1964-1966) pada awalnya terdiri dari :
Ketua               : St Habibah Idris
Wakil Ketua     : Mismar Chatib Salami BA (kemudian menikah dan mengundurkan diri)

Banyak sekali kendala dalam proses pembentukan Korps PII Wati di ibukota, karena sulitnya mengakomodasi semua potensi PII Wati di DKI Jakarta, baik PB, Wilayah maupun Cabang, sementara kondisi di ibukota sendiri sangat kompleks. Namun akhirnya Korps PII Wati Jaya berhasil dibentuk dengan ketua yang pertama St. Habibah Idris (Ketua Bagian Keputerian PB PII), dan dilantik oleh PB PII pada tanggal 15 November 1964.

Langkah Keluar Pertama

Mengawali kiprahnya keluar, Korps PII Wati Jaya aktif dalam kepanitiaan MUNAS GEMUIS (Generasi Muda Islam) yang berlangsung 19-26 Desember 1964 dan diwakili oleh Atifah Thaha, Sri Samsiar, Titi Djunaedi ( kemudian Ny. Titi Gomsoni), Tita Djunaedi (Kemudian Ny Husin Umar S). Munas Gemuis didukung oleh 20 Organisasi pemuda, pelajar dan Mahasiswa Islam dari seluruh Tanah Air. Hampir dalam setiap delegasi daerah yang hadir, terdapat fungsionaris PW PII. MUNAS GEMUIS menghasilkan kebulatan tekad dari seluruh ormas pemuda, pelajar dan mahasiswa Islam.
Korps PII Wati juga turut mensukseskan Pawai akbar ormas-ormas Islam 26 Desember 1964 dalam rangka penutupan  MUNAS GEMUIS.

MOBILISASI PII WATI MENJELANG GESTAPU/ 1965

Tidak berselang lama setelah TC/Up Grading PB PII usai, Bagian Keputerian PB PII menyelenggarakan kegiatan Basic Training dan Advance Training Puteri Nasional yang berlangsung pada tanggal 10-17 Januari 1965 di Tasikmalaya (Jawa Barat), yang diikuti oleh 60 peserta dari 8 Wilayah.  Instruktur dari PB PII adalah : Sri Sjamsiar, St. Habibah Idris, St. Rabiatun dan Mismar Chatib.  Utusan dari Jakarta adalah Nurhaida Hasan, Endang Kartiningsih, dan Ruminah. Pada saat training berlangsung terjadi devaluasi rupiah, yang mengakibatkan banyak utusan peserta yang nyaris tidak dapat pulang karena bekalnya tidak mencukupi.
Bersamaan dengan berlangsungnya Training di Tasikmalaya  tersebut, terjadi peristiwa “Kanigoro”, yaitu terror PKI terhadap kegiatan Mental Training PII di Kanigoro, Kediri, Jawa Timur (13 Januari 1965). Mental Training yang dipimpin oleh Anis Abiyoso itu diserbu PKI pada malam hari. Para pesertanya dipukuli dan kemudian diarak keliling desa dengan iringan caci maki. Peristiwa semacam itu terjadi di beberapa tempat. Agaknya merupakan semacam ajang “test case” bagi PKI untuk persiapan gerakan kudeta yang sebenarnya. Praktis sejak awal tahun 1965, suhu politik yang didominasi PKI semakin membara dan aksi-aksi komunis makin brutal. Konflik dan benturan fisik PII dengan golongan komunis dibeberapa tempat sering terjadi.
Pada tanggal 26-28 Februari 1965, Korps PII Wati Jaya melakukan konsolidasi dengan melaksanakan TC dan Up Grading kepengurusan di desa Jati, Tangerang. Dalam TC kepengurusan tersebut Menko Hankam / Kasab Jendral Nasution memberikan amanat tertulis, yang dibacakan oleh Letkol Isa Idris. Selain pembahasan Program Kerja, juga dibahas masalah pengunduran diri St. Habibah Idris selaku Ketua Umum Korps PII Wati Jaya / Ketua Keputerian PB PII, yang kemudian digantikan oleh Wifra Ilyas BA semula adalah aktifis PW PII Sumbar. Setelah Muktamar PII yang ke X 1964 di Malang, Ia pindah ke Jakarta karena SK penempatan sebagai Guru di Jakarta. Kemudian Ia ditarik dalam formasi kepengurusan  Korps PII Wati Jaya yang pertama.
Susunan Bagian Keputerian PB PII berubah menjadi sebagaimana berikut :
Ketua               : Wifra Ilyas BA
Wakil Ketua     : Mismar Chatib
                          Arifah Thaha
Perubahan Personalia Bag. Keputerian PB PII dengan sendirinya menyebabkan perubahan susunan kepengurusan Korps PII Wati Jaya, dengan Wifra Ilyas sebagai Ketua Umum yang kedua.
Pembentukan dan mobilisasi Korps PII Wati digiatkan di Wilayah-Wilayah, khususnya Wilayah Jakarta dan sekitarnya (Ibukota, Bekasi, Krawang). Korps PII Wati Jaya (masih di bawah keputerian PB PII) berpartisipasi aktif dalam berbagai aktifitas dan penggalangan potensi massa Ibukota. Korps Genderang Puteri PII dibentuk dengan Pimpinan Ruminah dari PGAA Mampang Prapatan (April 1965). Di samping itu Korps PII Wati aktif dalam peringatan Hari Kartini, peringatan ke-18 HUT PII (Mei 1965), maupun dalam pawai besar Peringatan Ulang Tahun Divisi Siliwangi di Karawang ( 12 Mei 1965).
Sejak peristiwa Kanigoro di awal 1965, PII sering melakukan pengerahan massa  yang melibatkan ribuan anggota / kader PII yang militan dari seluruh pelosok Jakarta dan sekitarnya. Untuk pengadaan konsumsinya dengan dirintisnya Dapur Umum Menteng Raya dengan mula-mula menyediakan air minum untuk massa PII yang tidak terhitung jumlahnya. Kemudian dilanjutkan dengan pengadaan makanan sederhana bagi aktifis PB PII di Menteng Raya 58, dengan bantuan aktivis Korps PII Wati seperti Arifah Thaha, Fauziah, Nurhaida Hasan, Ruminah dan lain-lain. Kegiatan itu kemudian berkembang menjadi dapur umum yang menyediakan nasi bungkus untuk menopang perjuangan menumbangkan Rezim Orde Lama.
Korps PII Wati Jaya (masih dibawah PB PII) turut membantu terlaksananya Konferensi Wilayah Jakarta pada 15 Maret 1965 dan Ketua Umum Terpilih Gomsoni Yasin dari Cabang Tanggerang. Dalam Personalia PW PII Jakarta periode 1965-1967 tersebut, kader-kader PII Wati hasil penggodokan PII Wati Jaya mengisi berbagai posisi, mulai staf Ketua PW (Nuraeni), Sekertaris (Endang Kartiningsih) bahkan di setiap bagian ada PII Watinya.
Training Keputerian sudah banyak diadakan diantaranya : Training Keputerian Tingkat Dasar di Jombang Jawa Timur, di Bangkalan Madura, Kediri, Gresik dan Surabaya.
Kurang dari dua bulan sebelum meletusnya Peristiwa G-30-S/PKI, PII menyelenggarakan Konferensi Besar VIII pada tanggal 28 Juli s.d 3 Agustus 1965 di Kota perjuangan Jogjakarta. Tema dari Konbes VIII adalah “Tandang Ke Gelanggang Meski Seorang”. Konbes PII tersebut jadi ajang Show of force PII dengan menggelar sekaligus 7 aktifitas simultan PII. Ketujuh aktifitas tersebut adalah: Konferensi Luar Biasa Korps PII Wati, Musyawarah Kerja Majlis Dakwah, Latihan Kader Nasional, Seminar Nasional Brigade Serba Guna PII, Up grading / Humas PII serta apel Siaga dan Pawai Akbar.
Dalam Konferensi Luar Biasa PII Wati diputuskan beberapa usulan penyempurnaan Peraturan Dasar (Pasal III dan IX) serta Memori Penjelasan (Pasal II dan IX) Korps PII Wati untuk diajukan pada forum Mubes Korps PII Wati mendatang (1966), serta beberapa ketentuan lain, antara lain:

-                Mengenai status Korps PII Wati dalam Memori Penjelasan ditegaskan bahwa :
1.        Lembaga ini memiliki kekuasaan penuh di dalam batas lingkungan kota / daerah setempat.
2.        Hubungan hirarki kepengurusan dalam PII diadakan melalui Bagian Keputerian PII.

-                Dalam Ketentuan lain ditegaskan bahwa :
1.        Tiap pengurus Korps PII Wati diperkenankan membuat Stempel sendiri yang berlaku dalam batas lingkungan kota / daerah setempat.
2.        Bila dianggap perlu oleh pengurus setempat, maka Korps PII Wati sebagai Lembaga otonom dapat mewakili PII dalam hubungan dengan organisasi luar / lembaga resmi.

Disamping itu juga ditetapkan Program Umum Korps PII Wati sebagai berikut :
1.        Membentuk serta memelihara kader-kader wanita Islam.
2.        Mempertinggi mutu kepemimpinan PII Wati sebagai kader umat.
3.        Mempertinggi / meningkatkan keinsyafan akan fungsi wanita Islam yang sebenarnya.
4.        Memelihara ukhuwah Islamiyah di kalangan generasi muda Wanita Islam pada umumnya.
5.        Mengintensifkan usaha-usaha bagian Keputerian.

Sedangkan usul-usul penting yang diajukan dalam Konferensi Luar biasa antara lain agar Korps PII Wati mempelopori terbentuknya Badan Kerjasama Wanita Islam dan terselenggaranya Musyawarah Wanita Islam Se-Indonesia.

REORGANISASI PII WATI DI IBUKOTA


            Sebagai tindak lanjut dari keputusan Konferensi Luar Biasa Korps PII Wati di Jogjakarta dan menghadapi situasi setelah meletusnya G-30-S/PKI (1965), Struktur Korps PII Wati di Jakarta mengalami reorganisasi dan dipecah dua menjadi :

-          Koordinator Pusat Korps PII Wati Pusat (PB PII)
-          Korps PII Wati Jaya (Wilayah Jakarta)

Pemecahan Struktur Korps PII Wati Pusat di Jakarta tersebut dimaksudkan untuk menghindari benturan program dan agar penggarapan operasional Korps PII Wati di Ibukota lebih efisien, serta supaya jelas apa yang menjadi tanggung jawab masing-masing.

            Bagian Keputerian PB PII membentuk Koordinator Pusat Korps PII Wati yang berfungsi sebagai “Tim Pemikir Nasional” dengan susunan ( sampai Muktamar PII XI/ 1966):
Ketua                                       : Wifra Ilyas BA
Sekertaris                                : St Habibah Idris
Bendahara                              : Fauziah
Pendidikan                              : Mismar Chatib
Kesejahteraan                         : Arifah Thaha
Kerumahtanggaan                  : Fauziah
Penerangan/Humas                : St. Habibah Idris
Kader                                      : Sri Sjamsiar
                                                  St. Rabiatun ( di Jogja )

Anggota (unsur PII Wati DKI): Titi Nurhayati Djunaedi
                                                   Nurhaida Hasan
                                                   Wilfa

            Sedang bagian Keputerian PW PII Jakarta untuk pertama kali membentuk kepengurusan Korps PII Wati Jaya periode 1965-1967, yang dilantik oleh PW Jakarta pada 22 November 1965 (bersama dengan peringatan Isra Mi’raj), dengan susunan sebagai berikut :

Ketua Umum                          : Titi Nurhayati Djunaedi BA
Ketua I                                     : Nurhaida Hasan
Ketua II                                    : Wilfa
Sekertaris I                              : Endang Kartiningsih
Sekertaris II                             : Eneng Nawiroh
Sekertaris III                            : St. Aisyah
Bendahara                              : Nurhayati Ibrahim
Usaha Keuangan                    : Umainah Siddiq
Kader                                      : Ruminah E.R
                                                  Maknum
                                                  Rosna
Kerumahtanggaan                  : Farida Hanim
                                                : Maryati Nasution
Kesejahteraan                         : Ainurrokhmah
                                                  Amanah
Kesenian                                 : Armillah Windawati
                                                  Fadwa Bakri
Olahraga                                 : Ramlah
                                                  Sjamsiah
Pendidikan/Dakwah                : Umainah Siddiq
                                                  Henny
Pengerahan Massa                 : Nuraini Yusuf
                                                  Sumaryati

            Pengurus Korps PII Wati Jaya (PW Jakarta) kemudian menyelenggarakan TC Kepengurusan  pada tanggal 16-19 Desember 1965 di Desa Lengkong Tanggerang. Kegiatan Korps PII Wati Jaya selanjutnya berpusat di kamar 4, yang sejak pertengahan 1965 di tempati oleh Enen Nawiroh (adik dari Nurhasanah, Ketua Umum Panitia Pembangunan Gedung Pertemuan Pemuda Islam Menteng Raya 58), kemudian oleh Ny. M.S. Hidajat (aktifis PII Wati Bekasi yang melanjutkan studi di Jakarta).
            Pada waktu dilangsungkannya Musyawarah Kerja Sekber Golkar bulan Desember 1965, di Cibogo, selain hadir utusan PB PII (Husni Thamrin dan Utomo Dananjaya) juga hadir wakil-wakil dari Korps PII Wati, yang terdiri dari  Wifra Ilyas, Habibah Idris, Arifah Thaha, dan Mismar Chatib.
            Dalam susunan aksi-aksi awal Orde Baru / 1966, Bagian Keputerian PB PII / Korpus Korps PII Wati tetap melakukan Konsolidasi Intern, antara lain melaksanakan kegiatan nasional Training Center / Briefing Korps PII Wati se-Indonesia di Bayongbong Garut, Jawa Barat, Tanggal 1-7 Januari 1966. Kegiatan tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Briefing Nasional Brigade PII.
            Dalam Briefing tersebut disampaikan prasaran Ibu St. Rogayah Buchari tentang “Pedoman Korps PII Wati dalam media Dakwah Islam”. Briefing juga berusaha merumuskan usulan tentang “ Kriteria Pimpinan Wanita Islam”.
            Semenjak Briefing Nasional Korps PII Wati di Bayongbong Garut, seirama dengan Konsolidasi KAPPI yang dimotori oleh PB PII. Pembentukan PII Wati digiatkan di Cabang-cabang. Setiap kepengurusan PII Wati terbentuk, dianjurkan mengadakan Training Centre.

PARTISIPASI PENEGAKAN ORDE BARU

            Pada mulanya PII Wati lebih banyak berfungsi mendampingi dan aktif digaris belakang. Namun kemudian kami merasa ditantang oleh kawan-kawan putra untuk lebih banyak berperan aktif ke muka. Pada 30 Oktober 1965, Korps PII Wati menghubungi HMI Wati untuk mengadakan pertemuan dengan ormas-ormas wanita Islam dalam rangka penggalangan aksi di kalangan Wanita. Selanjutnya sebagai hasil loby kami, Rapat KAP Gestapu 3 November 1965 memutuskan penyelenggaran demonstrasi kaum wanita ibu kota dan meminta Korps PII Wati dan HMI Wati sebagai pelaksananya.
            Pada 5 November 1965 diadakan pertemuan ormas-ormas Wanita di kantor PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik Indonesia) di jalan. DR.Sam Ratulangi 1, yang dihadiri oleh Muslimat NU, Wanita Islam, Wanita Katolik, Wanita Marhaenis (Osa-Usep), Aisyiyah, Gerwapsi, Wanita Perti, Korps PII Wati, dan HMI Wati. Dibentuk Panitia Pelaksana Demonstrasi wanita Ibukota, dengan Ketua Ny. H. Asmah Syahroni (Muslimat NU) dan Sekertaris Sri Sjamsiar (Korps PII Wati)      
            Apel dan demonstrasi wanita Ibukota dilaksanakan 8 November 1965, dan diikuti 25.000 masa wanita / pemudi  / pelajar puteri / mahasiswi. Menurut catatan Korps PII Wati Jaya. Massa terbanyak dari PII Wati diiringi Drumband PII Wati. Mula-mula diadakan apel di lapangan Banteng dengan tiga pembicara, yaitu : Wakil golongan Agama (Ny. Asmah Syahroni), Wakil golongan Nasionalis (Ny Gani Suryo Kusumo) dan Wakil Pemudi (Nn Anieswati). Massa kemudian bergerak menuju Markas KOSTRAD di Jl Merdeka Timur, dengan didahului Korps Genderang PII Wati Jakarta Raya.
            Sejak KAPPI terbentuk, Korps PII Wati selalu berpartisipasi dalam setiap aktivitas KAPPI. Dalam Pleno Pusat KAPPI, PII diwakili oleh Husin Umar Sastranegara, sedangkan PII Wati oleh Sri Sjamsiar. Dengan cepat di beberapa daerah dibentuk KAPPI. Dari Korpus PII Wati Jaya Fungsionaris Korpus Korps PII Wati yang aktif membina Brigade Ade Irma adalah Habibah Idris dan Arifah Thaha.
            Ketika aksi penentangan terhadap orde lama meningkat, berbekal pengalaman di KAP Gestapu dalam mengkoordinir wanita, Korps PII Wati mengambil inisiatif untuk mengundang organisasi-organisasi wanita untuk bergabung membentuk KAWI (Kesatuan Aksi Wanita Indonesia). Undangan pertemuan pendahuluannya (6 dan 9 Maret 1966) ditandatangani oleh Ketua IV Sri Sjamsiar dan Ketua Keputerian PB PII Wifra Ilyas. KAWI berhasil dibentuk pada tanggal 9 Maret 1966, bertempat di Sekertariat PB PII Jl. Menteng Raya 58, dengan titik tolak antara lain”Mendampingi secara aktif setiap aksi pemuda, pelajar, dan Mahasiswa dengan jiwa keibuan dan kasih sayang bimbingan dan tuntunan” serta ”Berusaha mengajak seluruh Wanita  Indonesia, untuk bersama-sama melaksanakan tugas dalam segala bidang, guna terwujudnya keadilan, kebenaran dan kemakmuran yang diridhai oleh Allah SWT”. KAWI dipimpin oleh Presidium dan sebagai Sekertaris Umum dipercayakan pada Wifra Ilyas dari Korps PII Wati.

MUSYAWARAH BESAR KORPS PII WATI ( 1966)
            Musyawarah Besar Korps PII Wati I dihadiri oleh peserta dari hampir seluruh Wilayah / Cabang PII, meskipun belum semua daerah membentuk Korps PII Wati. Beberapa keputusan penting yang dihasilkan, antara lain:
-                      Dalam bidang organisasi disyahkan penyempurnaan Peraturan Dasar Memori Penjelasan Korps PII Wati (yang sebagian besar merupakan usulan dari Konferensi Luar Biasa Korps PII Wati 1965 di Jogja). Dan Krtiteria Pimpinan Wanita Islam. Lembaga Korps PII Wati berbentuk horizontal dan Lokal (Prt Dasar  Pasal III), dan hanya didirikan PW dan PC (Memori Penjelasan Pasal III)
-                      Mengenai Program ditetapkan Program Kerja Nasional, dan program minimal untuk keputerian tingkat PB dan PW.
-                      Disamping itu Mubes mengamanatkan kepada departemen Keputerian PB PII untuk segera menyelenggarakan Seminar Sistem dan Metode Training Keputerian pada Periode 1966-1969, mengusulkan pembentukan Tim Mubaligah Puteri, memperbanyak Training khusus puteri, mempelopori Muktamar Wanita Islam, mendorong partisipasi aktif PII Wati dalam KAPPI dan Brigade PII.
-                      Kepada Pemerintah antara lain dihimbau agar mengintensifkan Pendidikan Agama, menetapkan Pakaian Olah raga puteri yang sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia dan Agama, segera terciptanya UU Perkawinan, bertindak tegas terhadap mereka yang menyalahgunakan arti dan pengertian Poligami dalam Agama Islam.

KHATIMAH

Gagasan Korps PII Wati pada awalnya lahir di TC Keputerian PII (1963) di Surabaya, dan kemudian terealisasikan menjadi Keputusan Muktamar PII X (1964) di Malang, sebagai Badan Otonom Bagian Keputerian PII dengan Tujuan : “Terbentuknya Pribadi Wanita Islam yang konsekwen terhadap Prinsip-prinsip Islam”. Korps PII Wati bangkit sebagai upaya menjawab tantangan situasi, didorong oleh kesadaran dan tanggung jawab, serta hasrat untuk meningkatkan partisipasi dan peranan PII Wati dalam proses perjuangan PII dan Umat Islam.
Setiap zaman menghadirkan tantangan yang berbeda, tantangan yang dihadapi PII pada masa dulu berbeda dengan tantangan sekarang dan masa depan. Apa yang akan dan harus dilakukan generasi masa kini, erat kaitannya dengan apa yang menjadi tantangan masa sekarang dan masa depan. Namun pemahaman secara proporsional terhadap masa silam dan sejarah yang mempunyai fungsi pendidikan, rujukan, serta inspirasi akan membuat orang lebih arif dan bijak menentukan arah menghadapi tantangan masa depan.
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat dan semoga semangat dan idealisme dalam memperjuangkan “Izzul Islam Wal Muslimin” berkesinambungan dari masa ke masa. Amin

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...